Logo

INFO PLUZ: Analisa Berita Nasional, Senin, 1 Desember 2025

Analisa Berita Nasional, Senin, 1 Desember 2025

SOSIAL
1. Presiden Prabowo hari ini meninjau daerah bencana di Provinsi Sumatera Utara dan Aceh. Di Bandara Sisingamangaraja XII Silangit, Prabowo menyatakan, perubahan iklim benar-benar terjadi. Untuk itu, dia mengingatkan pemerintah pusat dan daerah untuk mengantisipasi, termasuk harus benar-benar berfungsi menjaga lingkungan.

Berdasarkan data yang dirilis Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto kemarin, jumlah korban meninggal dunia akibat bencana di 3 provinsi: Sumut, Sumbar, dan Aceh, sebanyak 442 orang, dan 402 orang masih dinyatakan hilang.

Bencana banjir bandang dan tanah longsor di 3 provinsi tersebut menyebabkan banyak daerah terisolasi akibat jalan penghubung dan jembatan antardaerah terputus. Krisis pangan terjadi di beberapa daerah terisolasi itu, aliran listrik terputus, juga koneksi telepon. Pasokan bahan bakar minyak (BBM) terhambat. Akibatnya, antrean kendaraan mengular di sejumlah SPBU di Medan. Bensin eceran dijual 1 liter Rp 50.000.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, hari ini mengakui, pemerintah kurang persiapan dalam merespons bencana besar di 3 provinsi tersebut yang berskala luas dan cepat kejadiannya. Tito juga memahami keputusan para bupati yang menyatakan tidak mampu mengatasi banjir di daerah mereka.

2. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Regional Barat, hari ini mendesak Pemerintahan Prabowo untuk segera menetapkan status darurat Bencana Nasional atas banjir bandang dan tanah longsor di 3 provinsi di Sumatera itu. Dengan penetapan sebagai Bencana Nasional, maka penanggulangan akibat bencana tersebut menjadi kewajiban pemerintah pusat. Meskipun bencana sudah terjadi minggu lalu, pemerintah pusat tidak menetapkan status tersebut.

Mengapa pemerintah tak mau mengambil keputusan untuk menetapkan sebagai Bencana Nasional, menurut penilaian Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, karena pemerintah mengalami keterbatasan fiskal di akhir 2025. Dia menyebut, postur belanja negara yang berubah drastis akibat efisiensi anggaran yang sudah telanjur dialihkan ke program prioritas lain seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), menyebabkan ruang fiskal untuk tanggap darurat menyempit. Hasil efisiensi yang sudah masuk ke sejumlah program besar, membuat pos tanggap bencana berkurang signifikan.

3. Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Teuku Faisal Fathani, bencana hidrometeorologi di Indonesia meningkat selama 16 tahun terakhir. Dalam rapat di Kemendagri hari ini, Faisal memaparkan bencana hidrometeorologi paling banyak terjadi di daerah Jawa Barat, lalu disusul Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan.

EKONOMI
1. Aktivitas manufaktur Indonesia kembali di zona ekspansi. S&P Global melaporkan, Purchasing Managers’ Index (PMI) November 2025 berada di 53,3, naik dari 51,2 pada Oktober. Bahkan tertinggi sejak Februari yang di 53,6. Kunci dari ekspansi pada November adalah pertumbuhan pemesanan baru yang kuat, tertinggi sejak Agustus 2023. Permintaan yang lebih tinggi ini ditopang oleh sisi domestik. Sementara permintaan ekspor masih turun, bahkan terendah dalam 14 bulan terakhir.

2. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca dagang Indonesia pada Oktober 2025 mencatat surplus USD 2,23 miliar. Ini surplus beruntun 66 bulan sejak Mei 2020. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan, surplus ini ditopang oleh komoditas nonmigas USD 4,32 miliar. Sementara neraca perdagangan migas defisit USD 1,92 miliar dengan komoditas penyumbang adalah minyak mentah dan hasil minyak.

Nilai ekspor Oktober tercatat USD 24,24 miliar, turun 2,31% (yoy). Sepanjang Januari-Oktober 2025 total nilai ekspor USD 234,04 miliar atau naik 6,96% (yoy). Januari-Oktober 2025 total nilai impor mencapai USD 198,16, meningkat 2,19% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

3. BPS mengumumkan, laju inflasi sepanjang November 2025 tercatat sebesar 0,17% secara bulanan (mtm) dan 2,72% secara tahunan (yoy). Angka ini lebih rendah dibanding Oktober yang mencatatkan inflasi 0,28% (mtm) dan 2,86% (yoy). Inflasi terutama dipicu oleh kenaikan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Kelompok ini mencatat inflasi 4,25% dan memberikan andil terbesar terhadap inflasi nasional, yakni 1,22%. Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi adalah kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan, mencatat deflasi 0,25% dengan andil deflasi 0,01%.

TRENDING MEDSOS
1. Daerah "Sumatera" dan "Aceh" masih trending di X. Sorotan terhadap bencana banjir dan longsor di Pulau Sumatera masih terus mengalir dari warganet. Jumlah korban jiwa akibat bencana di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh terus meningkat. Per Senin (01/12/2025) siang, jumlah korban meninggal dunia mencapai 502 orang. Adapun yang dinyatakan hilang mencapai 508 orang. Data yang dilaporkan BNPB pukul 14.35 WIB, menunjukkan ratusan korban meninggal tersebar di Sumatera Utara (373), Sumatra Barat (129), dan Aceh (156). Tuntutan dari warganet agar bencana di Pulau Sumatera tersebut ditetapkan sebagai bencana nasional pun terus bergulir.

2. Kata “BNPB” trending di X, setelah warganet ramai menyoroti Kepala BNPB RI Letjen TNI Suharyanto yang mengatakan kondisi bencana di Sumatera hanya terlihat mencekam di media sosial, pada Jumat (28/11/2025). Pernyataan Suharyanto tersebut mendapat banyak tanggapan negatif dari warganet dan menilainya tidak punya empati. Lalu kemarin Minggu (30/11/2025), Suharyanto akhirnya menginjakkan kaki di lokasi bencana di Desa Aek Garoga, Batangtoru, setelah enam hari bencana. Kali ini dia mengaku menangis dan terkejut melihat dampak langsung bencana di sana. Dalam pernyataannya, dia bahkan meminta maaf karena tidak menyangka jika bencana yang terjadi di Tapanuli Tengah dan Selatan ternyata sangat parah dampaknya.

HIGHLIGHTS
1. Presiden Prabowo pernah menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit juga menyerap karbon, sama dengan fungsi hutan, maka jangan ragu untuk terus memperbanyak lahan sawit. Pernyataan Prabowo tersebut sebagai respons atas kritik terhadap perluasan lahan sawit yang gencar dengan cara membabat hutan. Setelah bencana dahsyat di 3 provinsi di Sumatera itu, Prabowo menyatakan, perubahan iklim benar-benar terjadi. Untuk itu, dia mengingatkan pemerintah pusat dan daerah untuk mengantisipasi, termasuk harus benar-benar berfungsi menjaga lingkungan. Jika Presiden Prabowo benar-benar serius dengan pernyataannya yang terbaru, tentunya dia perlu meralat pernyataannya tentang tanaman kelapa sawit itu, juga melakukan perubahan drastis dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam. Sudah amat bosan publik mendengar omon-omon belaka.
2. Amat sangat sembrono dan gegabah jika demi alasan efisiensi, anggaran tanggap bencana dipangkas. Tanpa diperparah oleh bencana akibat pembalakan hutan induk dan lindung, sebenarnya semua sudah mahfum bahwa Indonesia adalah kawasan rawan bencana karena dikelilingi ring of fire (cincin api), zona pertemuan tiga lempeng tektonik besar (Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik) yang aktif. Kondisi ini menyebabkan Indonesia sering mengalami gempa bumi, letusan gunung berapi, dan potensi tsunami. Jika benar alasan Pemerintah Pusat enggan menetapkan banjir bandang di tiga provinsi Sumatera sebagai status darurat bencana nasional disebabkan ruang fiskal tanggap darurat bencana menyempit karena efisiensi akibat pengalihan anggaran ke program prioritas lain, maka patut diduga, bahwa sejak awal memang pemerintah telah ada niatan untuk abai terhadap kewajiban melakukan perlindungan kepada rakyat terhadap potensi bencana di negeri rawan bencana.
3. PMI manufaktur yang kembali ekspansif dan surplus dagang 66 bulan berturut-turut, seolah memberi kesan ekonomi aman-aman saja. Namun ketika dikaitkan dengan politik dan hukum, terlihat cerita lain: pemerintah ragu menetapkan status Bencana Nasional karena ruang fiskal terkunci pada program prioritas; inflasi pangan tetap tinggi karena stabilisasi harga tidak dibarengi tata kelola distribusi yang kuat; dan lonjakan permintaan domestik belum diikuti peningkatan ekspor karena industri masih rapuh secara struktural. Maka pertanyaan mendasarnya bukan “seberapa tinggi pertumbuhan”, tetapi “siapa yang benar-benar dilindungi oleh kebijakan ekonomi”. Selama alokasi fiskal ditentukan oleh orientasi politik, bukan evaluasi kinerja dan akuntabilitas hukum, ekonomi mungkin tumbuh — tetapi ketahanan masyarakatnya terus menyusut.