PUBLIK kembali berduka menyusul bencana alam yang terjadi berturut-turut, bahkan bersamaan, di berbagai wilayah Indonesia.
Mulai erupsi Gunung Semeru di Jawa Timur, hujan ekstrem berkepanjangan, gempa bumi, tanah longsor, hingga banjir bandang yang melanda Medan dan Aceh.
Pada prinsipnya, Indonesia tidak gagap menghadapi bencana alam. Pemerintah telah lama memahami posisi negara yang berada di pertemuan Lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik.
Kondisi ini menempatkan Indonesia pada “Lingkaran Api Pasifik”, kawasan yang sangat rentan terhadap aktivitas geologis seperti gempa bumi dan tsunami.
Meski demikian, harmonisasi antara pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan, terutama dalam proses evakuasi korban dan pemulihan jaringan terdampak.
Pemerintah daerah memegang tanggung jawab utama dalam memetakan kawasan rawan bencana serta mengedukasi masyarakat mengenai upaya pengurangan risiko. Edukasi ini meliputi pelatihan kesiapsiagaan di tingkat komunitas dan simulasi evakuasi di sekolah maupun fasilitas publik lainnya.
Ketika bencana berskala besar terjadi, pemerintah pusat melalui BNPB memberi dukungan tambahan berupa anggaran, tim SAR, dan logistik. Koordinasi yang baik antara BNPB dan BPBD sangat menentukan agar bantuan tersalurkan cepat dan tepat sasaran.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Ferry Walintukan, menyebut jumlah korban meninggal akibat bencana di sejumlah wilayah Sumut hingga pukul 20.00 malam tadi bertambah menjadi 43 orang.
Sementara, Kepala Kantor SAR Kelas A Banda Aceh, Ibnu Harris Al Hussain, melaporkan bencana longsor di Aceh Tengah pada pukul 16.30 kemarin menewaskan 9 orang dan membuat 2 lainnya masih hilang.
Kita berharap tidak ada ego antara pusat dan daerah dalam menghadapi bencana alam. Kolaborasi yang solid merupakan kunci keberhasilan penanggulangan bencana dan penyelamatan warga.

