Logo

Anggota Komisi III DPR RI Minta Kapolda Turun Tangan, Terkait Penangkapan 3 Jurnalis Pers Mahasiswa

Anggota Komisi III DPR RI, Supriansa SH. MH.

INFOSULAWESI.com, MAKASSAR  --  Penangkapan terhadap jurnalis pers mahasiswa yang meliput aksi penolakan tambang pasir Kodingareng dan nelayan yang menolak kehadiran tambang pasir, Sabtu 12 September berbuntut panjang. Anggota Komisi III DPR RI, Supriansa SH MH yang dihubungi wartawan meminta Kapolda bergerak cepat untuk mengecek langsung tindakan represif anggotanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, tiga mahasiswa ditangkap Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud) Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) saat meliput aksi nelayan yang menolak tambang pasir pada Sabtu (12/9/2020).

 

Mereka Hendra (Ketua UKPM Unhas), Mansyur (Pimpinan Redaksi CakrawalaIDE UPPM-UMI), dan Raihan (CakrawalaIDE UPPM-UMI).Selain tiga jurnalis dari pers mahasiswa ini, ada 7 tujuh nelayan yang juga turut ditangkap.

Supriansa meminta kapolda turun tangan mengecek langsung kasus ini. “Kapolda juga harus mempelajari apakah benar aksi polisi represif dalam menghadapi rakyat kecil dalam hal ini nelayan di Kodingareng,” ujar Supriansa.

Supriansa mengaku sejak semalam menerima beberapa pengaduan terkait kasus ini.

Soal polisi yang menggunakan senjata laras panjang juga harus diperiksa. “Apakah pantas polisi menghadapi masyarakat kecil dengan senjata laras panjang padahal masyarakat tidak anarkis.,” ujarnya.

Menurutnya, aksi penyampaian pendapat itu biasa. Jangan dihadapi terlalu berlebihan. Selama sudah dilakukan sesuai prosedur yang ada.

Aktivis 1998 ini juga meminta kepolisian mengecek kelengkapan berkas perusahaan yang ditolak oleh nelayan setempat. 

“Perusahaan tambang pasir di laut itu juga harus dicek keabsahan surat atau dokumennya terkait penambangan pasir di laut. Karena banyak syarat yang harus dipenuhi jika mau menambang pasir di laut. Semua harus jelas administrasinya. Kita harus hindari kesan bahwa polisi dijadikan sebagai alat pelindung pengusaha tertentu. Itu bisa merusak citra kepolisian. Polisi harus tetap di garis promoter,” beber Supriansa.

Semua itu, kata Supriansa, harus diteliti oleh Kapolda. Ia pun berharap Polri dan media bisa bersinergi. “Polisi dan jurnalis itu mestinya bersinergi.Terutama dalam era keterbukaan informasi seperti sekarang,” ujarnya. 

Pejabat public menurut Supriansa harus bekerja sama dengan watawan bukan memusuhi wartawan.

Kronologis :

Sehari sebelum peristiwa penangkapan, Jumat (11/9/2020) empat jurnalis pers mahasiswa ditugaskan untuk meliput kegiatan nelayan di Pulau Kodingareng yang saat ini sedang menolak tambang pasir laut di wilayah tangkap.

“Pengambilan gambar tersebut merupakan project kolaborasi Catatan Kaki UKPM Unhas dan CakrawalaIDE UPPM-UMI untuk membuat video dokumenter,” kata Alfian Naim perwakilan PPMI DK Makassar.

Mereka berangkat dengan menumpang kapal penyeberangan di Pelabuhan Kayu Bangkoa sekitar pukul 09.12 WITA pagi.

Di pulau tersebut, mereka menempati rumah salah seorang rekan.Setibanya di lokasi, mereka melakukan observasi untuk kebutuhan pengambilan gambar. Mereka menemui sejumlah nelayan untuk wawancara.

Pada Sabtu (12/9/2020) pagi harinya, nelayan mulai berkumpul untuk aksi.Para nelayan berangkat pada pukul 07.30 WITA dengan mengendarai Jolloro (kapal besar) dan Lepa-Lepa (kapal kecil).

Para nelayan hendak mengusir kapal PT Royal Boskalis yang kembali menambang di Copong yang merupakan wilayah tangkap nelayan.Keempat jurnalis pers mahasiwa tersebut menaiki kapal nelayan yang berbeda.

Hendra dan Rahmat (UKPM Unhas) menaiki kapal nelayan yang sama. Sementara Mansyur dan Raihan di kapal nelayan yang lain. Kecuali Rahmat, ketiganya membawa kamera.

Aksi nelayan berlangsung sekitar dua jam lamanya. Setelah aksi, nelayan kembali ke pulau Kodingareng. Dalam perjalanan pulang, sekitar pukul 09.40 WITA, dua sekoci (Speedboat) Polairud memepet dan menabrak kapal nelayan. Satu alat kendali Jalloro (setir/guli) dirusak oleh polisi.

Di tengah keributan itu, salah seorang nelayan yang hendak kembali menjalankan kapal, dicegah polisi dengan melepaskan tiga kali tembakan.Polisi kemudian menangkap nelayan, termasuk tiga jurnalis pers mahasiswa.

“Menurut kesaksian Rahmat, ketiganya sudah menunjukkan kartu pers dan surat tugas kepada polisi. Akan tetapi, polisi tidak mengindahkan kartu pers tersebut,” terang Alfian.

Merekapun lalu diangkut menggunakan kapal Dit Polairud Polda Sulsel untuk diamankan.

Ridwan, Salah satu Tim Advokasi, Dari LBH Makassar sangat menyesalkan sikap pihak kepolisian.

“Kami telah melakukan beberapa kali koordinasi kepada pihak kepolisian namun jawaban yang kami terima sangat tidak beralasan,” tutur Ridwan.Ridwan lebih lanjut menjelaskan, bahwa Tim Kuasa Hukum sudah melayangkan surat protes. (rls)