Logo

Menkopolhukam : Pemerintah Tak Campuri Internal Partai Demokrat

Menkopolhukham Mahfud MD. Foto : Istimewa

INFOSULAWESI.com, JAKARTA -- Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD memastikan, pemerintah tidak akan mencampuri urusan internal Partai Demokrat, sebagaimana sikap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat kisruh internal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Mahfud mengatakan, kala itu ada perebutan kekuasaan antara Abdurahman Wahid dengan Muhaimin Iskandar. "Saat itu bu Mega tak melarang atau pun mendorong karena secara hukum hal itu masalah internal PKB. Sama juga dengan sikap pemerintahan pak SBY ketika (2008) tidak melakukan pelarangan saat ada PKB versi Parung (Gus Dur) dan versi Ancol (Cak Imin). Alasannya, itu urusan internal parpol," kata Mahfud MD lewat twitternya, @mohmahfudmd, Sabtu (6/3/2021).

Tidak jauh beda, lanjut Mahfud, dengan sikap pemerintahan Megawati Soekarnoputri dalam kisruh perebutan kekuasaan PKB antara Gus Dur dengan Matori Abdul Jalil.

"Sesuai UU 9/98 Pemerintah tak bisa melarang atau mendorong kegiatan yang mengatasnamakan kader Partai Demokrat di Deliserdang. Sama dengan yang menjadi sikap Pemerintahan bu Mega pada saat Matori Abdul Jalil (2020) mengambil PKB dari Gus Dur yang kemudian Matori kalah di Pengadilan (2003)," jelasnya.

Dikutip dari rri.co.id, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menekankan, kasus Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat baru akan menjadi masalah hukum jika hasil KLB itu didaftarkan ke Kemenkum-HAM.

"Saat itu, pemerintah akan meneliti keabsahannya berdasar UU dan AD/ART parpol. Keputusan pemerintah bisa digugat ke Pengadilan. Jadi pengadilanlah pemutusnya. Dus, sekarang tidak/ belum ada masalah hukum di Partai Demokrat," jelasnya.

Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan, soal sikap pemerintah yang tidak ingin mencampuri urusan internal sebuah partai politik.

"Jadi sejak era bu Mega, pak SBY sampai dengan pak Jokowi ini pemerintah tidak pernah melarang KLB atau Munaslub yang dianggap sempalan, karena menghormati independensi Parpol. Risikonya, pemerintah dituding cuci tangan. Tapi kalau melarang atau mendorong bisa dituding intervensi, memecah belah, dan sebagainya," tukasnya. (rri)