Logo

PSBM XXII : Menguatkan Spirit Saudagar Bugis-Makassar

Pertemuan Saudagar Bugis Makassar (PSBM) XXII kembali akan digelar pada tanggal 13-16 Mei 2022

INFOSULAWESI.com, MAKASSAR -- Kota Makassar kembali menjadi tuan rumah berkumpulnya para warga Sulsel dari perantauan dalam ajang silaturrahmi dan temu bisnis. Acara bertajuk “Pertemuan Saudagar Bugis Makassar (PSBM) XXII” kembali akan digelar pada tanggal 13-16 Mei 2022. Badan Pengurus Pusat (BPP) Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KSSS) menargetkan berkumpulnya secara tatap muka 1.500 peserta dan akan mengundang sejumlah tokoh nasional

Pelaksanaan PSBM yang telah menjadi agenda tahunan ini telah menjadi spirit ekonomi nasional, disamping tentunya berkontribusi positif bagi perekonomian Sulawesi Selatan.Dengan pertemuan para saudagar akan terjalin hubungan yang baik (networking) sesama saudagar dari berbagai daerah maupun di dunia internasional sehingga ada sinergitas dalam memperkuat dunia usaha.

Pelaksanaan PSBM juga tidak lagi sekedar ajang lepas rindu pada kampung halaman, namun telah menjadi konsolidasi ekonomi untuk membangun daerah dengan memanfaatkan segenap potensi finansial warga Sulsel yang disinergikan dengan potensi sumber daya alam Sulawesi Selatan.

Peran Saudagar
Sense of saudagar atau wirausaha alias entrepreneurship makin dirasakan urgensinya saat ini. Istilah saudagar sendiri memang tidak begitu populer dengan istilah wirausaha yang saat ini lagi “booming”. Istilah saudagar dahulu hanya diartikan sebagai pedagang besar, namun dalam kehidupan sehari-hari kini dianggap memiliki pengertian yang sama yaitu pengusaha.

Dari sisi etimologi, saudagar berasal dari bahasa sansekerta, yang terdiri dari kata Sau berarti seribu dan dagar artinya akal, Jadi Saudagar mengandung makna orang yang memiliki seribu akal. Dengan kata lain, para saudaga adalah mereka yang cermat membaca peluang usaha, cerdik mengelola peluang dan pandai membangun relasi atau jaringan bisnis.

Adapun wirausaha yang berasal dari kata wira yang artinya manusia unggul, berani, berbudi luhur dan memiliki keagungan dan usaha artinya daya, upaya untuk menghasilkan sesuatu. Adapun kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif.

Dengan pengertian singkat di atas, saudagar, wirausaha atau entrepreneurship berperan penting sebagai tulang punggung perekonomian (the backbone of economy). Hal ini tak lepas dari fakta bahwa sebagian besar pendorong perubahan, inovasi dan kemajuan suatu negara adalah mereka para saudagar, pengusaha atau wirausahawan. Hanya dengan mental kewirausahaan yang kuat pada suatu masyrakat dan suatu bangsa maka segala potensi, sumber energi, komoditi dan mineral yang melimpah tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kesejahteraan rakyat.

Mengambil pembelajaran dan pengalaman negara-negara maju di dunia, ternyata salah satu faktor kunci untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan daya saingnya adalah kewirausahaan. Hal ini sebenarnya telah dikemukakan oleh Schumpeter (1934) bahwa entrepreneurship in driving force behind economic growth.

Dengan demikian, Indonesia memerlukan suatu transformasi ekonomi berupa percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi menuju negara maju sehingga Indonesia dapat meningkatkan daya saing sekaligus mewujudkan kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia melalui gerakan kewirausahaan secara nasional.

Spirit Saudagar Bugis-Makassar
Orang-orang Bugis-Makassar sejak dahulu dikenal sebagai pelaut yang tangguh.  Sejak lama kapal Phinisi dikenal sering bolak balik di pantai utara Australia, di Madagaskar sampai ke daratan Mozambik di Afrika Timur,  hingga berbaur dengan para saudagar asing di kota air bernama Venezia, Italia bahkan sisa puing kapal Phinisi juga di temukan di Acapulco, Meksiko. Disamping sebagai pelaut mereka dikenal juga sebagai saudagar yang handal sebagai seorang Passompe atau pelaut saudagar.

“Resopa temmanggingi, matinulu, namalomo, naletei pammase Dewata sewwa-E.” Begitulah pesan orang tua Bugis-Makassar kepada anak cucunya. Bahwa “Rahmat kesejahtraan dari Tuhan Yang Maha Esa hanya bisa diraih melalui kerja keras, gigih, dan ulet”. Bagi warga Bugis-Makassar, semangat kerja keras yang biasa dilafalkan sebagai makkareso tak hanya diwujudkan dalam bentuk bekerja ulet di tanah kelahiran atau di kampong asal.

Guna bertahan hidup di mana saja, semangat itu dikobarkan. Namun, lazimnya, kutipan pesan itu diucapkan para orang tua kepada anak-anak muda yang meminta restu untuk sompe’ atau merantau.
Manusia Bugis sompe’ (merantau)  dan malleke’ dapureng (bermigrasi) bukan karena kelaparan, karena tidak adanya pekerjaan atau karena daerah asalnya tidak subur, tetapi kebutuhan akan freedom (kemerdekaan) serta kebebasan.

Manusia bugis manusia merdeka mereka berharap kebebasan dalam mencari nafkah, kebebasan dari gangguan keamanan, kebebasan diri dari situasi yang mencekam dan sebagainya. Dalam kemerdekaan dan kebebasan itu mereka berharap tentang kehidupan yang lebih layak dan lebih sejahtera.
Disetiap kota di bumi passompe’ membangun pundi ekonomi mereka di tanah rantau, mereka meyakini tanah yang mereka kelola adalah tanah yang dititipkan Tuhan untuk dibangun.

Hampir semua kota di mana parapassompe’ ini berdiam maka mereka mededikasikan seluruh apa yang dipunya untuk membangun kota seperti membangun tanah kelahiran mereka.  Mereka tidak menumpuk harta mereka di kampun tanah kelahiran mereka seperti suku perantau lainnya.

Antropolog dari Universitas Hasanuddin, Prof Dr Abu Hamid, dalam buku Pasompe : Penggabaran Orang Bugis (Pustaka Refleksi 2004), memaknakan pasompe’ sebagai pelaut-pedagang yang berlayar dari pulau ke pulau atau dari satu negeri ke negeri lain. Orang Bugis lekat dengan budaya migrasi karena ketangkasannya berlayar. Ini erat dengan hokum pelayaran dan perdagangan, seperti kontrak kerja, perkongsian, upah muatan/penumpang, dan utang piutang.

Semangat saudagar suku Bugis-Makassar membuat Christian Pelras, seorang Perancis, akhirnya meneliti orang Bugis, bahkan membuat buku The Bugis. Padahal, awalnya Pelras mau melakukan penelitian tentang budaya melayu di Malaysia. “Orang Bugis sebenarnya bukan pelaut, tetapi pedagang. Yang lebih pantasnya disebut pelaut adalah orang Mandar (suku di Sulawesi barat).

Namun, yang kemudian membuat orang Bugis terkenal sebagai pelaut karena dalamm berdagang, mereka banyak menggunakan jalur laut. Mau tidak mau agar sukses sebagai pedagang, mereka juga harus menguasai jalur laut. Makanya mereka juga terkenal tangguh di laut,” papar Pelras. Semoga generasi muda dapat belajar pada sejarah dan pengalaman masa lalu, terutama semangat juang dan kegigihan para pendahulunya dalam membangun spirit saudagar yang sukses.

Bahrul ulum Ilham (Koord.Konsultan PLUT Sulawesi Selatan)