Logo

Cegah Politik Uang, Wakil Rektor IV Unanda Palopo Sarankan Bawaslu Lutim Bentuk Kelompok Demokrasi

Luwu Timur -- Wakil Rektor (WR) IV Universitas Andi Djemma (Unanda) Palopo, Dr. Abdul Rahman Nur, menyampaikan buah pikirannya di hadapan peserta Dialog Publik Tematik bertema “Peran Masyarakat Dalam Menangkal Money Politic dan Isu SARA”, yang dilaksanakan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Luwu Timur (Lutim), belum lama ini di Media Centre Bawaslu Lutim.

Menurut Abdul Rahman, saat ini money politic atau politik uang sering dikaburkan dengan cost politik atau biaya politik, bahwa semua itu dianggap wajar dalam setiap kontestasi politik, baik pemilu maupun pilkada. Padahal, kata dia, keduanya sangat berbeda maknanya.

“Money politik harus dibedakan dengan cost politik. Money politik sifatnya transaksional antara calon dan pemilih dengan memberikan sejumlah uang atau barang untuk mendapatkan dukungan suara dari pemilih. Sementara cost politik adalah biaya yang dikeluarkan calon untuk membiayai kegiatan politiknya, mulai dari biaya pertemuan, pemasangan alat peraga kampanye sampai membiayai operasional tim pemenangan,” jelasnya.

“Yang sangat berbahaya, yaitu money politic karena sudah praktik transional yang menukar hak pilih dengan uang atau barang dan itu merusak sendi-sendi demokrasi kita. Tidak bisa dibiarkan terus terjadi,” sambung pakar hukum tata negara Unanda yang juga senior IPMIL ini.

Ia melihat praktik money politic saat ini sudah sangat massif, sistematis dan terstruktur yang dilakukan pada calon yang berkontestasi, sehingga untuk mencegahnya dan memutusnya, butuh kerja ekstra dari kelompok-kelompok masyarakat yang tercerahkan, aktivis, dan kelompok yang kritis untuk melakukan pengawasan.

“Sebaiknya, dalam menghadapi praktik money politic, Bawaslu Lutim membentuk Kelompok Demokrasi di setiap desa untuk mengawal Pilkada yang bersih, damai, bebas, jujur dan adil,” ucap Abdul Rahman menyarankan.

Kelompok ini, lanjut dia, mesti dikuatkan dengan melakukan pengawalan hak politik, melakukan kampanye menolak politik uang melalui berbagai media sosial dan berbagai kemasan media, pencerahan demokrasi di desa.

“Kelompok ini mesti berkolaborasi dengan Panwascam dan Bawaslu. Cepat laporkan ke Bawaslu, jika menemukan kejadian di lapangan. Biarkan Bawaslu menindaklajut dan menyelesaikan sesuai kewenangan dan aturan yang ada. Juga pemasangan poster pencegahan money politic di tempat umum dan warung kopi,” harap pria yang akrab disapa Maman ini.


Sementara itu, Ketua Bawaslu Lutim, Pawennari, menyebutkan bahwa dua tema yang diangkat dalam dialog ini sangat penting, karena Luwu Timur menjadi gambaran Indonesia kecil, di mana hampir semua suku, RAS, dan agama ada, sehingga Bawaslu harus lebih dini melakukan upaya pencegahan melalui kegiatan dialog publik ini.

Sementara untuk praktik money politic, kata dia, dalam rangka untuk memberikan pencegahan supaya praktik itu (money politic) tidak dianggap lumrah oleh para pemillih, padahal itu pelanggaran dan tindak pidana.

“Terkait money politik, Bawaslu Lutim sangat concern mencegahnya supaya tidak terjadi, karena merusak demokrasi kita. Money politic ini sudah masuk kategori korupsi electoral karena hak suara diperjualbelikan,” terangnya.

“Kami tidak main-main dan Bawaslu berusaha membangun kepercayaan publik seperti yang disampaikan Ketua Bawaslu Pusat,” pungkas Pawe, sapaan akrab Ketua Bawaslu Lutim, sembari menambahkan jika sudah ada 2 kasus ASN pada pemilu 2024 yang sudah inkrah. (*/rls)