KENDARI - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah (Ditreskrimsus Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) telah menetapkan Direktur PT Buana Tama Mineralindo (BTM) Hs dan Direktur PT Bumi Nickel Pratama (BNP) AR sebagai tersangka dalam kasus dugaan pertambangan ilegal di kawasan hutan Desa Marombo, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sultra.
Direktur Reskrimsus Polda Sultra, Kombes Pol Bambang Wijanarko, mengungkapkan bahwa penetapan kedua direktur perusahaan tambang tersebut berawal dari pengaduan masyarakat mengenai dugaan aktivitas pertambangan ilegal di wilayah Marombo pada Jumat (15/9). "Petugas melakukan pengecekan di lokasi tersebut dan menemukan kegiatan penambangan bijih nikel yang diduga dilakukan oleh PT. BTM dengan menggunakan tiga unit ekskavator," kata Bambang.
Menurut hasil penyelidikan, PT BTM terlibat dalam kegiatan penambangan bijih nikel berdasarkan kontrak kerja sama dengan PT BNP, di mana biaya penambangan sebesar Rp500 juta dibebankan kepada PT BTM. Bambang menjelaskan bahwa penyidikan terkait kasus dugaan pertambangan ilegal ini mencakup klarifikasi terhadap saksi-saksi terkait dan konsultasi dengan ahli tindak pidana pertambangan dari Kementerian ESDM RI.
"Ahli tindak pidana kehutanan dari Dinas Kehutanan Provinsi Sultra juga telah memberikan klarifikasi bahwa lokasi penambangan PT BTM berada di dalam kawasan hutan," ungkapnya.
Baca juga: Inflasi di Sulawesi Selatan Turun, BPS Mencatat 2,33 Persen di Bulan September
Kedua tersangka, Hs dan AR, akan dijerat dengan Pasal 89 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, Jo. Pasal 17 Ayat (1) huruf b Angka 5 Pasal 37 paragraf 4 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang cipta kerja menjadi Undang-Undang.
Pasal tersebut menyatakan bahwa individu yang sengaja melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin menteri dapat dihukum pidana penjara selama tiga hingga 15 tahun dan denda sebesar Rp1,5 miliar hingga Rp10 miliar. Selain itu, berdasarkan Pasal 158 Jo Pasal 35 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, kedua pelaku juga berisiko mendapat hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar. ***
Cek berita dan artikel yang lain infosulawesi.com di Google News