Logo

Sejarah Berdirinya Kerajaan Wajo

Saoraja La Tenri Bali

INFOSULAWESI.com -- Kerajaan Wajo merupakan Kerajaan yang berada di jazirah Sulawesi Selatan, Wajo sendiri terbentuk pada abad ke-15, berbeda dengan sejarah kedatangan kerajaan lain di Sulawesi Selatan yang awalnya hadirnya To Manurung, Kerajaan Wajo memiliki 2 versi yakni versi tutur dan versi tertulis (Lontara).

Versi tutur menceritakan di Kerajaan Luwu ada putri yang Bernama putri We Tadampali yang sangat cantik, Ia dilamar dari berbagai pangeran dari negeri lain, tapi menurut adat Luwu, ia tidak boleh menikah selain orang Luwu, pada suatu hari Putri We Tadampali terserang penyakit kusta, karena khawatir penyakit tersebut menular, akhirnya Ia di hanyut dengan perahu bersama dengan pengikutnya, hingga akhirnya ia sampai di Tosora.

Saat sampai di daratan pengikutnya kemudian memungut pohon Bajo, dari buah tersebutlah Putri We Tadampali kemudian memberi nama wilayah tersebut sebagai Wajo. Sementara kawasan yang ditempati Putri We Tadampali diberi nama Majauleng, Majauleng sendiri berasal dari 2 kata Bahasa Bugis yakni Maja yang berarti jelek dan uli berarti kulit.

Konon saat Putri We tadampali dijilati kerbau belang hingga kemudian penyakitnya sembuh, dan nama yang ditempati putri dijilati kerbau belang tersebut diberi nama Sakkoli, saat Putri We Tadampali sembuh dari sakitnya, ia dan para pengikutnya kemudian membangun pemukiman baru di wilayah tersebut, hingga suatu hari, datang seorang Pangeran dari Negeri Bone yang saat itu sedang berburu kemudian istirahat di dekat perkampungan Putri We Tadampali, setelah itu mereka bertemu, dan Pangeran Bone kemudian datang ke Luwu untuk mengabari Pajung Ri Luwu ( Raja Luwu), singkat cerita kemudian mereka menikah dan menurunkan Raja-Raja Wajo.

Sedangkan, versi Lontara Sukkuna Wajo (LSW) menceritakan terbentuk kerajaan Wajo, dimulai saat datangnya orang-orang dari berbagai penjuru mata angin, kemudian berkumpul dan membentuk komunitas di pinggir danau Lampulung yang dipimpin Puange Ri Lampulung.

Lampulung sendiri berasal dari Bahasa Bugis yang berarti Sipulung atau berkumpul, Puang Ri Lampulung sendiri dikenal sebagai orang bijak, pengetahuan membaca tanda-tanda alam, dan tata cara bertani yang baik, komunitas Lampung kemudian memperluas wilayahnya hingga ke Saebawi.

Setelah Puang Ri Lampulung meninggal komunitas kemudian bubar, hingga datang seseorang yang memiliki kemampuan sama seperti Puang Ri Lampulung, yakni Puang Ri Timpengeng Ri Boli, Puang Ri Timpengeng kemudian mendirikan Komunitas masyarakat di Boli, kemudian komunitas Boli berkembang hingga meninggalnya Puang Ri Timpengeng, setelah itu Komunitas Boli Bubar.

Setelah itu, datang seorang Putra Mahkota dari Kedatuan Cina, Cina yang dimaksud adalah kerajaan Cina yang berada di wilayah Kecamatan Pammana sekarang, Putra Mahkota tersebut Bernama La Pauke, yang kemudian mendirikan kerajaan Cinnotabi di bekas wilayah Komunitas masyarakat Boli.

Kerajaan Cinnotabi kemudian berkembang hingga masa Arung Cinnotabi yang keempat La Patiroi, kemudian dewan adat kerajaan Cinnotabi mengangkat La tenri Bali dan La Tenri Tippe sebagai Arung Cinnotabi yang kelima, kemudian tiga orang sepupunya yakni La Tenritau, La Tenri Pekka, dan La Mattareng, diangkat menjadi penguasa di wilayah yang berbeda.

La Tenri Tau menguasai wilayah Majauleng, La Tenri Pekka menguasi wilayah Sabangparu, dan La Mattareng menguasai wilayah Takalala, akan tetapi La Tenri Tippe sering membuat sewenang-wenang terhadap rakyatnya, sehingga mereka berdua diturunkan dari jabatanya, kemudian La Tenri Bali mengasingkan dirinya dan Kerajaan Cinnotabi bubar.


Masyarakat dan dewan adat kemudian berkumpul di Boli dan membentuk komunitas baru yang disebut Lipu Tellu Kajurue, ketiga Sepupu La Tenri Bali kemudian datang untuk meminta La Tenri Bali agar Kembali memimpin dan menjadi Raja di lipu Tellu Kajurue di Boli, La Tenri Bali Kemudian menerima permintaan tersebut.

La Tenri Bali kemudian diangkat menjadi Raja dengan gelar Arung Mata Esso (Raja Matahari), pada upacara pelantikan tahun 1399, diucapkan ikrar atau perjanjian sosial antara rakyat dan La Tenri Bali, perjanjian tersebut dikenal dengan Assijancingeng ri Majauleng (Perjanjian Majauleng), berdasarkan perjanjian tersebut, maka diubah istilah Arung Mata Esso menjadi Batara Wajo, sementara Kerajaan Lippu Tellu Kajurue diubah menjadi Wajo.

Ketiga sepupu La Tenri Bali berganti gelar menjadi Paddanreng yang menguasai wilayah bawahan Wajo, La Tenri Tau Menjadi Paddanreng ri Majauleng yang kemudian berubah nama menjadi Paddanreng Bettengpola, La Tenri Pekka menjadi Padanreng Sabangparu kemudian berubah nama menjadi Paddanreng Talotenreng, dan La Mattareng kemudian menjadi Pandareng ri Takalala kemudian berubah nama menjadi Paddanreng Tuwa.

Kemudian kerajaan Wajo berkembang hingga terjadi perubahan structural pasca perjanjian Lapadeppa yang berisi tentang pengakuan hak-hak kemerdekaan orang-orang Wajo dan Posisi Batara Wajo yang Monarki Absolut diganti dengan Arung Matoa Wajo yang demokrasi, masa keemasan negeri Wajo pada masa kepemimpinan Arung Matoa Wajo La Tadampare Puang Ri Maggalatung.

 

 

Penulis : Andi Bau / IS