Logo

Ini Penjelasan UU Minerba Terkait Dua Kelompok Penambang Yang Bertikai di Desa Tobongon

INFOSULAWESI.com BOLTIM - Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Desa Tobongon, Kecamatan Modayag, Kabupaten Boltim, dikabarkan hingga kini belum memiliki perpanjangan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) karena masih dalam tahap pengusulan.

Terkait hal tersebut menurut salah satu aktivis pemerhati Pertambangan Yudi Batalipu, dirinya mengatakan seluruh aktivitas pertambangan emas di lokasi Gunung Tobongon, masih berstatus ilegal dan baiknya dikelolah dengan aman dan damai.

"Seluruh WPR di Bolmong Raya saat ini izinnya masih dalam tahap usulan dan kajian Amdal, sehingga bilamana ada pekerja tambang yang mengelolah PETI secara manual khususnya di Desa Tobongon alangkah baiknya bekerjalah secara damai dan aman," ujar Yudi Batalipu, Sabtu 8 November 2025.

Yudi menambahkan, adapun konflik dua kelompok yang keduanya saling klaim bahwa tindakan mereka bertumpuh pada kebenaran, menurutnya jika hal tersebut mengacu pada Undang Undang Minerba Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 3 Minerba Tahun 2020, keduanya salah dimata hukum.

"Kalau soal diatas lahan kita diberikan kewenangan bisa memilikinya berdasarkan Surat Tanah baik Sertifikat maupun Kar Desa sebagai legalitasnya untuk dijadikan wilayah perkebunan atau pendirian bangunan baik rumah ataupun sejenisnya. Namun jika lahan tersebut dikelolah dalam usaha pertambangan emas dan belum berizin maka logika hukumnya harus mengacu pada UU Minerba Pasal 4 yang maknanya bahwa mineral dan batubara merupakan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi, dan pengelolaannya harus dikuasai oleh negara untuk memberikan nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional. Sehingga pengertianya kekayaan di dalam bumi bukan milik masyarakat tapi milik Negara," ungkapnya.

Ia pun mengajak kepada seluruh Penambang di Desa Tobongon untuk bersama-bersama menjaga stabilitas keamanan, dan menjunjung tinggi hasil kesepakatan yang telah dibuat oleh Pemerintah Desa setempat yang disetujui oleh selurun pengelola tambang.

"Jika ada perselisihan di lokasi alangkah baiknya keduanya menempuh jalur musyawarah mufakat, dan tidak saling memprovokasi. Dan keduanya harus mentaati hasil kesepakatan bersama. Namun jika keduanya saling ngotot dan tidak bisa diselesaikan secara damai, maka Negara ataupun pemerintah berhak menutup lokasi tersebut sesuai dengan aturan Perundang-Undangan Minerba," tutup Yudi Batalipu.